Kamis, 26 Maret 2009

Pelajaran Hidup

Pelajaran pertama

Di luar ruangan panas menyengat dan begitu terasa. Panasnya sampai menyilaukan pandangan di dalam ruangan. Cahayanya menyelinap di dinding yang berkusen besi. Sesekali pintu terbuka karena ada orang yang datang. Dengan sigap pak Satpam yang di dadanya bertuliskan nama Syamsul Bahri menyapa setiap pengunjung yang datang. Aku yang sedari tadi menatap tingkah pak Satpam menerawang saja pada masa kehidupan datuk Maringgik. Syamsul Bahri sebagai tokoh utama. Aku berpikir bahwa nama itu diambil oleh ayahnya dari cerita Sumatra tersebut. Betapa terngiangnya cerita itu hingga mereka mengabadikannya menjadi nama seorang anak yang pasti dicintainya. Dan sepengetahuan saya, dari deretan orang yang pernah kutemui dan namanya Syamsul Bahri pastilah perangainya tidak mengecewakan. Walau mereka hanya berprofesi sebagai Satpam tak menyurutkan niatnya untuk berperilaku baik. Toh, siapa sebenarnya yang sering merendahkan profesi Satpam itu. Di bank, satpan dengan setia membuka pintu bagi orang yang datang silah berganti. Hendak kelaur pun kita tidak pernah dibiarkan untuk memegang gagang pintu. Dengan sigap Pak Satpam akan membuka dan menyertai langkah kita dengan senyuman. Bukan main kearifan dati sang Satpam. Sebuah jabatan yang kebanyakan orang mengnggapnya sebagai jabatan rendahan.
Coba Anda pikirkan kalau saja Satpam itu tidak ada. Maksudnya yang saya ceritakan ini adalah Satpam yang memiliki sifat jujur dan jiwa yang bertanggung jawab. Bukan Satpam yang malahan bekerja sama dengan pencuri untuk mencuri harta majikannya. Tetapi, itu hanya segelintir terjadi. Di sinilah kehidupan dan kearifan mesti kita pahami. Seorang membangkang dan berbuat sesuatu yang lain dari apa yang diperintahkan oleh ‘bosnya’ adalah kerana merasa tidak nyaman dalam kehidupan yang dijalaninya. Artinya, seseorang yang mempekerjakan seorang Satpam mestinya paham bahwa profesi itu sangat penting. Sama pentingnya dengan profesi yang lain. Misalnya saja kepala pemasaran, kepala administrasi, dan bahkan jabatan sekaliber diretur pun. Apapun profesi dalam sebuah kinerja yang membutuhkan kelompok, maka kita harus saling menghargai dan memahami bahwa posisi yang kita duduki adalah sebuah posisi yang sama dalam kinerja tersebut. Hanya persoalan objek pekerjaan yang berbeda.
Ketika seorang Satpam misalnya, tidak hadir dalam sebuah perusahaan yang membutuhkan pengamanan dan penjagaan, maka bagaimana kekhawatiran besar yang akan terjadi pada pemilik perusahaan. Mungkin saja dari delapan jam waktunya yang mestinya dia gunakan untuk tidur akan terkorting selama empat jam hanya untuk mengawasi perusahannya. Belum lagi ketika dia terbaring di atas springbed yang bermerek ‘king koil’ tak akan tenag karena pikirnannya akan mengingat keberadaan perusahannay.
Kita mesti paham dalam pelajaran hidup nomor satu bahwa sesungguhnya apapun posisi kita dan posisi seseorang dalam sebuah medan pekerjaan—pekerjaan apapun itu—kita mesti paham bahwa semuanya berada pada level dan tanggung jawab yang sama. Ketika hal ini terjadi dalam hidup kita, maka yakin saja bahwa dimana pun kita bekerja akan memberikan kenyamanan bagi diri sendiri dan pastinya juga untuk orang lain.


Makasar, 10 Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar