Sabtu, 12 Desember 2009

Korupsi

Hadi Jamal, Masyarakat, dan Anggota Dewan

Dua Minggu sebelum tanggal 09 April 2009, di mana pemilu akan digelar, KPK menangkap Hadi Jamal sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI dalam drama penjebakan yang dramatis. Dramatis bagi Hadi dan Juga rekannya Rahmawati yang terlibat dalam kasus tersebut. KPK berhasil mengungkap sogoh menyogok dalam pembebasan dan pembangunan bandara serta dermaga di kawasan Indonesia Timur.
Berita tersebut sangat santer dibicarakan mulai tingkat lokal hingga tingkat nasional. Bukan karena apa, Hadi Jamal dikenal sebagai anak ulama yang kharismatik. Hadi Jamal pun dikenal sebagai orang yang besar dan idealis dalam partainya. Partai Amanat Nasional sebagai tempat dia bercongkol. Dua hari pascapenangkapan tersebut, DPP PAN langsung memecat beliau dan ini berarti bahwa kenggotaannya dalam partai hilang yang pasti juga pencalonannya harus digugurkan. Sontak saja keputusan ini tidak diterima oleh Hadi Jamal berikut tim suksesnya. Di Sulawesi selatan sebagai daerah pemilihan Hadi Jamal, para penukung membentuk tim dan membangun posko yang bertujuan untuk menolak hasil keputusan DPP PAN.
Ditambah dengan telah dicetaknya kertas suara membuat hal ini semakin susah untuk digugurkan. Seminggu sebelum masa kampanye berakhir, tim kampanye Hadi Jamal menggebrak daerah pemilihan 1 dengan berbagai macam baliho yang provokatif untuk kembali memilih calon yang dicalonkannya, Hadi Jamal. Sesuatu yang dramatis. Entah apa strategi yang dilakukan oleh timnya. Entah komunikasi bagaimana yang dilakukan Hadi Jamal dari balik jeruj besi. Dia begitu cerdas untuk mengatur semuanya.
Tanggal 09 pun tiba. Mentari menyinari seluruh negeri. Sinarnya pun memberikan semangat besar kepada masyarakat untuk mengunjungi bilik suara yang telah ditetapkan sesuai dengan wilayah domisili warga. Sontak saja hari itu dijadikan sebagai hari bersejarah dan hari yang mendebarkan bagi masyarakat secara umum. Yang pastinya lebih mendebrkan bagi para caleg yang bersaing dengan perbandingan minimal satu banding sepuluh. Entah bagaimana perasaan Hadi Jamal dalam bilik tersebut. Dia tidak sempat mendatangi konstituennya. Akan tetapi, pastinya dia memiliki keyakinan yang besar di sana.
Betul saja, empat hari pasca pemilihan, media-media lokal dan nasional begitu ramai memberitakan Hadi Jamal. Bagaimana tidak, dia mendapatkan suara tertinggi di wilayahnya dalam lingkaran partai amanat nasional. Bahkan telah dipastikan bahwa dia akan melenggang ke senayan. Untung saja hal itu akan kandas dengan ketegasan yang telah dilakukan oleh DPP PAN dengan memecatnya sebagai anggota partai. Semuanya telah terjadi.
Kami hanya berharap bahwa ke depan, untuk pemilihan presiden, masyarakat mampu untuk berpikir cerdas dan realistis untuk sebuah pemimpin masa depan bangsa. Sekali saja salah langkah dengan mencontreng calon yang tidak kapabel, yakin saja bahwa lima tahun ke depan kesengsaraan akan menyertai kita. Harapan pun semoga masyarakat tidak terperangkap dalam kisah pragmatis sementara yang tak akan menguntungkan sama sekali. Dengan iming-iming 20 hingga 50 ribu rupiah, mereka telah bersedia mencontreng orang-orang yang memberikan uang tersebut. Sementara, hal itu telah menjadi indikasi bahwa orang ini pasti akan menjadi pemimpin yang tak beres. Tak beres untuk dirinya sendiri, keluarga, terlebih untuk bangsa.



Makasar, 08 Mei 2009

lagi

CUTHAT

Jam menunjukkan pukul 18. 30 wita. Aku baru saja menginjakkan kaki di rumah kamar belakang dan langsung menuju kamar mandi. Maklum, sore tadi aku dan seorang kawanku, yang lebih tepatnya aku menyebutnya kekasih, baru pulang dari berenang di tanjung bayam. Pastinya aku belum salat magrib. Tapi, tak apa karena waktu memang masih tersedia untuk itu. Sementara aku di kamar mandi sambil menyiram kepala dan badanku yang masih diselimuti pakaian.
Samar-samar terdengar suara pertengkaran di ruang tengah. Tempat di mana televisi terpajang rapi di sana. Televisi yang berukuran 21 inci itu setia menemani keluargaku yang memang hobi menonton. Ketika siang, hanya terhitung menit televisi ituberistirahat. Malamnya pun tak pernah sebelum pukul 23.00. itulah kenyataan yang diberikan oleh kotak tersebut. Sontak saja aku semakin mendengarkan suara itu dan segera menyelesaikan prosesi penyiraman ini. Kuambil air wudhu dan segera masuk kamar untuk salat magrib. Memang menjadi kebiasaanku untuk melaksanakan salat magrib secara terlambat. Tentunya kebiasaan yang buruk kawan. Tapi lebih baik dari pada yang tidak salat sama sekali.
Cepat. Tak perlu doa. Alasannya karena aku penasaran dengan suara yang kudengar dari televisi tersebut. Aku mengenali suara itu. Suara yang syahdu dan sangat sering kudengarkan. Betul saja, ketika kulongakkan mataku pas dua meter di hadapan tv kusaksikan tatapan Anjasmara dengan balutan kemeja lengan panjang serta kain levis warna biru gelap yang dipakainya. Dia begitu lihai dalam memandu acara tersebut. Badannya yang berpostur besar tentunya sangat membantu.
Di sampingnya duduklah seorang lelaki macho dengan gaun warna kuning. Di sisi kiri duduk seorang perempuan yang tak lain adalah kekasih sang laki-laki tersebut. Pas di samping anjasmara sebelah kanan, seorang perempuan yang dipanggil ibu kos duduk dengan tatapan yang tajam d an penuh luapan emosi. Sesekali dia berdiri sambil mengayungkan tangan yang tak terkepal pada wajah lelaki itu. Lelaki itu sedikit mengindar dan sesekali mengeluarkan kata-kata.
Apa gerangan yang terjadi. Kusaksikan di layar bagian belakang tertulis “CurhaT” bukan rekayasa. Aku baru teringat beberapa hari yang lalu ketika melihat cuplikan acara tersebut dalam iklan. Betul saja. Curhat bersama Anjasmara. Itulah nama reality show tersebut yang sampai sekarang aku belum tahu siapa penggagasnya. Acara yang begitu apik dengan kehadiran orang-orang yang dianggap paling terkait dengan kasus yang sedang diberitakan. Malam itu, kasusnya adalah tuduhan sang laki-laki yang berbaju kuning tadi terhadap sebuah rumah kos yang menyajikan pelayanan ples-ples. Tentu yang hadir adalah ibu kos dari kosan tersebut. Dialah yang paling emosi. Sementara di sisi lain, dihadirkan saksi-saksi yang dianggap mampu memberikan informasi tentang kebenaran atau kesalahan apa yang dituduhkan oleh sang lelaki.
Di depan panggung, para penonton terlihat tegang. Sampai acara ini selesai, tak satupun penyelesaian masalah yang muncul. Bahkan sampai akhir acara, yang ada adalah perasaan emosi, dendam membara, serta cemoohan yang meraja lela. Dari mulut ke mulut. Dari jiwa ke jiwa. Entanh siapa yang benar dan siapa yang salah. Siapa yang jujru dan pasti ada yang berbohong. Semuanya hanya tersembunyi dalam acara itu.
Lengkap sudah reality show di layar televisi kita. Mulai dari yang menagjak orang untuk membunuh, mencela, menertawai, memerkosa, mencuri, menuduh, memfitnah, dan beratus macam acara lainnya telah dihadirkan untuk kita. Adakah kita menyukai semuanya? Wallahuwaklam bissawab.

Makasar, 10 Mei 2009