CUTHAT
Jam menunjukkan pukul 18. 30 wita. Aku baru saja menginjakkan kaki di rumah kamar belakang dan langsung menuju kamar mandi. Maklum, sore tadi aku dan seorang kawanku, yang lebih tepatnya aku menyebutnya kekasih, baru pulang dari berenang di tanjung bayam. Pastinya aku belum salat magrib. Tapi, tak apa karena waktu memang masih tersedia untuk itu. Sementara aku di kamar mandi sambil menyiram kepala dan badanku yang masih diselimuti pakaian.
Samar-samar terdengar suara pertengkaran di ruang tengah. Tempat di mana televisi terpajang rapi di sana. Televisi yang berukuran 21 inci itu setia menemani keluargaku yang memang hobi menonton. Ketika siang, hanya terhitung menit televisi ituberistirahat. Malamnya pun tak pernah sebelum pukul 23.00. itulah kenyataan yang diberikan oleh kotak tersebut. Sontak saja aku semakin mendengarkan suara itu dan segera menyelesaikan prosesi penyiraman ini. Kuambil air wudhu dan segera masuk kamar untuk salat magrib. Memang menjadi kebiasaanku untuk melaksanakan salat magrib secara terlambat. Tentunya kebiasaan yang buruk kawan. Tapi lebih baik dari pada yang tidak salat sama sekali.
Cepat. Tak perlu doa. Alasannya karena aku penasaran dengan suara yang kudengar dari televisi tersebut. Aku mengenali suara itu. Suara yang syahdu dan sangat sering kudengarkan. Betul saja, ketika kulongakkan mataku pas dua meter di hadapan tv kusaksikan tatapan Anjasmara dengan balutan kemeja lengan panjang serta kain levis warna biru gelap yang dipakainya. Dia begitu lihai dalam memandu acara tersebut. Badannya yang berpostur besar tentunya sangat membantu.
Di sampingnya duduklah seorang lelaki macho dengan gaun warna kuning. Di sisi kiri duduk seorang perempuan yang tak lain adalah kekasih sang laki-laki tersebut. Pas di samping anjasmara sebelah kanan, seorang perempuan yang dipanggil ibu kos duduk dengan tatapan yang tajam d an penuh luapan emosi. Sesekali dia berdiri sambil mengayungkan tangan yang tak terkepal pada wajah lelaki itu. Lelaki itu sedikit mengindar dan sesekali mengeluarkan kata-kata.
Apa gerangan yang terjadi. Kusaksikan di layar bagian belakang tertulis “CurhaT” bukan rekayasa. Aku baru teringat beberapa hari yang lalu ketika melihat cuplikan acara tersebut dalam iklan. Betul saja. Curhat bersama Anjasmara. Itulah nama reality show tersebut yang sampai sekarang aku belum tahu siapa penggagasnya. Acara yang begitu apik dengan kehadiran orang-orang yang dianggap paling terkait dengan kasus yang sedang diberitakan. Malam itu, kasusnya adalah tuduhan sang laki-laki yang berbaju kuning tadi terhadap sebuah rumah kos yang menyajikan pelayanan ples-ples. Tentu yang hadir adalah ibu kos dari kosan tersebut. Dialah yang paling emosi. Sementara di sisi lain, dihadirkan saksi-saksi yang dianggap mampu memberikan informasi tentang kebenaran atau kesalahan apa yang dituduhkan oleh sang lelaki.
Di depan panggung, para penonton terlihat tegang. Sampai acara ini selesai, tak satupun penyelesaian masalah yang muncul. Bahkan sampai akhir acara, yang ada adalah perasaan emosi, dendam membara, serta cemoohan yang meraja lela. Dari mulut ke mulut. Dari jiwa ke jiwa. Entanh siapa yang benar dan siapa yang salah. Siapa yang jujru dan pasti ada yang berbohong. Semuanya hanya tersembunyi dalam acara itu.
Lengkap sudah reality show di layar televisi kita. Mulai dari yang menagjak orang untuk membunuh, mencela, menertawai, memerkosa, mencuri, menuduh, memfitnah, dan beratus macam acara lainnya telah dihadirkan untuk kita. Adakah kita menyukai semuanya? Wallahuwaklam bissawab.
Makasar, 10 Mei 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar